November 07, 2015

perlukah orangtua mengajarkan anak-anak mereka hidup susah?



Setelah membaca sebuah postingan berjudul syarat hidup di social media, saya tertarik untuk menuliskan opini saya mengenai yang dibahas di postingan tersebut. Pembahasannya menarik, mengapa kita perlu mendidik anak kita dengan kesederhanaan ataupun dengan kesusahan. Mau tau lebih lanjut? Yuk mari simak.. :D


Banyak dari kita kadang berpikir bahwa kita tidak ingin generasi penerus kita susah. Memang tidak salah hanya saja ada hal-hal yang mungkin akan lebih baik dikenalkan pada mereka jika nanti kondisi tidak sesuai dengan prediksi kita. karena tuhan punya kuasakan?

Saya pribadi sebenarnya sangat merasakan manfaat ketika dulu sewaktu kecil tidak terlalu dimanja orang tua. Keluarga saya juga bukan orang dengan ekonomi tingkat atas tapi setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan dan sedikit keinginan. Contohnya, saya harus minta berkali-kali dulu kepada orang tua saya agar dibelikan sepeda. Ketika saya akhirnya dibelikan sepeda saya sangat senang dan saya tahu bahwa sepeda ini bernilai. Karena proses untuk mendapatkannya tidak mudah. Saya juga pernah nyobain makan nasi pake garam bersama teman-teman karena waktu itu kami bleum bisa masak tapi pengen makan sama-sama. duhh begitu serunya..

Sekolah saya juga bukan sekolah favorit. tapi saya menemukan keseruan tersendiri ketika berada di lingkungan yang begitu sederhana waktu itu. 

Saya jadi ingat dengan obrolan sama bersama seorang teman membahas mengenai persoalan yang tidak jauh berbeda dengan postingan yang saya sebutkan tadi. Intinya kenapa kita harus mengenalkan anak-anak kita nantinya dengan kesulitan-kesulitan. Hmm… mungkin begini kira-kira pertanyaannya:

 “besok kalo aku punya anak, bakal aku masukin ke sekolah terbaik semuanya aku penuhi. Pokoknya gak susah kayak aku sekarang ini bi. Apa-apa dilarang, butuh duit eh malah di simpen-simpen sama ortu. Kan aku anaknya.. aku berasa kayak air yang manis itu sebenarnya ada Cuma aku di sodorin air yang rasanya pahit mulu.”

Sangat menarik, let’s go kita bahas satu persatu.. :D

Kenapa kita harus memiliki syarat hidup?
Dalam artikel yang saya baca, menjabarkan bagaimana seorang petinggi di suatu perusahaan bersedia makan nasi yang kebetulan di masak agak keras oleh pihak hotel. Tentunya pihak hotel akan menggantinya dengan segera karena ini berhubungan dengan service dan kredibiltas hotel tersebut di depan petinggi publik. Tapi apa yang terjadi? Petinggi itu tetap menikmati nasi yang disediakan dan berkata bahwa dulu saya dari orang susah juga dan nasi seperti ini biasa saya  makan. Luar biasa sekali bukan? Yang biasa kita temui itu adalah pejabat yang  ingin di service dengan sangat baik, tidak segan-segan juga untuk melempar makanan jika tidak sesuai dengan seleranya. 

Dengan kata lain, kita tidak bersyukur dengan apa yang kita temui. Begitu juga dengan zaman sekarang yang begitu banyak orang-orang dengan selera tertentu. Padahal  dengan syarat hidup yang sederhana bisa membuat kita  tahan banting terhadap kondisi apapun yang menerjang kita.  artikel itu juga member beberapa contoh seperti ada anak yang karena selalu dimanja oleh orang tuanya menyebabkan dia terlalu pemilih. Pernah suatu saat anak itu mengamuk karena tidak mendapatkan ice cream dengan merek tertentu. Atau seperti tidak cocok dengan  acar, daging dan sebagainya. Memanga da yang seperti ini tapi intinya karena sudah terbiasa di penuhi semua keinginannya dan akhirnya dia menjadi lemah. 

Kejadian ini sama dengan ketika salah satu temannya adik saya yang harus mencari kosan dengan harga lumayan mahal karena dia tidak bisa tidur kalo tidak ada AC. Jelas syarat hidup seseorang akan lebih tinggi ketika semua keinginannya dipenuhi.  Bukan berarti keinginan tidak boleh dipenuhi ketika kita mampu melakaukannya tapi ajarkan juga nilai-nilai beryukur dalam pemenuhannya. 

Air rasa manis VS air rasa pahit
Kembali ke statement teman saya mengenai air rasa manis dan pahit begini penjelasannya.
Air rasa manis menggambarkan semua kebutuhan yang terpenuhi, hidup enak, stabil dan aman. Air rasa pahit menggambarkan sebaliknya. Dalam hidup, kita tidak bisa menebak akan mendapatkan kehidupan seperti apa. Nah mungkin ortunya teman saya ini sedang mengajarkan ilmu kehidupan tersebut pada teman saya tapi teman saya tidak sadar sedang di didik, malah yang terjadi adalah reaksi kurang berkenan dan mungkin saja perlawanan. 

Ortunya sengaja mengenalkan air rasa pahit ini duluan karena mereka ingin mempersiapkan anaknya untuk kemungkinan-kemungkinan yang tidak tertebak. Dengan membiasakan kehidupan yang sederhana otomatis anak-anaknya juga akan bisa hidup diberbagai kondisi. Tahan banting ketika susah, beryukur ketika senang. 

Contoh lainnya seperti postingan Syarat hidup yang menuliskan mereka membiasakan diri untuk naik busway, bersempit-sempitan di kereta dan hal-hal lainnya. Walaupun mereka bisa naik mobil atau semacamnya Cuma dia inginmengajarkan anak-anaknya untuk bisa lebih tahan banting dengan kondisi seperti di atas itu. dia tidak mau anaknya nanti jadi orang yang pemilih, tidak mau ke sekolah kalau tidak ada mobil, tidak mau main dengan teman yang barang-barannya gak branded dan banyak hal gengsi lainnya. 

Memang kita juga tidak bisa menyalahkan orang-orang yang bergelimpangan harta tapi kita bisa memiliki syarat hidup yang sederhana.

nah berikut  saya masukkan tulisann yang jleb banget  itu :

:: Syarat Hidup ::
Ada seorang operations manager dari sebuah client kantor gue – yang cool banget. Kita undang dia makan siang dan nasinya keras. Kita sebagai vendor yang baik, meminta maaf. Dia bilang,

“Gak papa. Justru saya suka nasi keras. Gak suka tuh saya, beras sushi.”

“Kok sukanya nasi yang keras Pak?” I cannot help but to ask.

“Iya, orangtua saya ngajarin jangan pernah buang makanan. Nasi kemarin juga kita makan.”
This may be simple. But this, blew my mind.

Dan setelah gue menjadi orangtua, di sini lah gue lihat banyak orangtua mulai mengambil langkah yang tidak disadari, berdampak.

“Saya waktu kecil, miskin. Saya pastikan anak-anak saya mendapatkan yang terbaik, termahal.”

“Waktu kecil, saya makan aja susah. Saya pastikan mereka itu sekarang makan enak.”

“Waktu kecil, saya belajar ditemani lilin dan 2 buku. Sekarang anak saya, saya sekolahkan ke Inggris.”

We experienced the worst and therefore we tend to give the best.

The question is, is the best…is what our children need? Really?

Berdasarkan input dari sdri Leony dalam section comment, saya tambahkan: sebelum teman-teman pembaca yang pernah kuliah di luar menjadi tersinggung, saya ingin tekankan bahwa tidak ada yang salah dengan menyekolahkan anak ke luar negeri.

Kemewahan tidak ada batasnya dalam hal pendidikan.
Orang sukses itu menjadi sukses karena (1) dididik dengan benar, terlepas dari dari apakah dia kaya atau miskin (2) dididik oleh kesulitan yang dia hadapi.

Kita akui ada anak orang kaya yang tetap jempolan attitudenya dan perjuangannya. Tapi kita lihat kebanyakan orang sukses juga dulunya sulit. Kesulitan (dalam beberapa kasus, kemiskinan) itu yang menjadi drive orang-orang untuk menjadi sukses. Ini adalah resep yang nyata. Kesulitan yang orang-orang sukses ini hadapi adalah ladang ujian di mana mereka menempa diri mereka menjadi orang sukses.

Pertanyaannya, jika kita ingin mencetak anak-anak yang bermental baja, kenapa kita justru memberikan semua kemudahan? Kenapa justru kita hilangkan semua kesulitan itu?
Karena dengan menghilangkan kesulitan-kesulitan itu, justru kita menciptakan generasi yang syarat hidupnya banyak.

Generasi Berikutnya
Apa yang terjadi dengan dari hasil thinking frame ‘dulu saya susah, saya tidak ingin anak saya susah’? Ini yang terjadi:

Anak dari teman ibu gue terbiasa makan beras impor thailand. Di tahun 1998, kita terkena krisis dan orang tuanya tidak lagi mampu beli beras impor. Yang terjadi adalah, anaknya gak bisa makan.

Ada anak dari teman yang terbiasa makan es krim haagen dasz, ketika pertama kali makan es krim lokal, dia muntah.

Ada cucu yang ngamuk di rumah neneknya karena di rumah nenek, gak ada air panas.
Gue tidak mencibir mereka. Apa adanya seorang manusia itu terjadi dari nature dan nurture. Semua ini, adalah nurture.

Bahkan di kantor pun sama. Di kantor kebetulan gue jadi mentor seseorang (saat ini). Dalam sebuah kesempatan, dia pernah berkata “Duh, gak nyaman di posisi ini.”

Di lain kesempatan, “Sayang ya, si X resign, padahal dia membuat saya nyaman di kantor sini.”

Pada kali kedua gue mendengar mentee gue ngomong ini, gue 
mulai masuk “Kamu sadar gak, kamu udah 2 kali menggarisbawahi bahwa kenyamanan dalam kerja itu, penting bagi kamu.”

“…”
“Emang sih idealnya nyaman. Tapi sayangnya, this is life. We don’t get to pick ideal situations. Sometimes we need to settle with what we have and deal with it. Tentang kenyamanan, coba jadikan itu sebagai sesuatu yang ‘nice to have’ dan bukan ‘must have’.”
What to Do?

Gue menyukai cara Sultan Jogja mendidik anak-anaknya. Gue pernah dengar bahwa di saat batita, anak sultan dikirim untuk hidup di desa. Makan susah, main tanah, mandi di sumur. Intinya, meski dia anak sultan, dia tidak tahu bahwa dia anak sultan dan dia merasakan standar hidup yang rendah – dan merasa cukup dengan itu. Setelah agak besar, dia kembali ke istana.

Dampaknya, semua Sultan, bersikap merakyat. Dia makan steak, tapi dia tahu bahwa steak yang dia makan adalah sebuah kemewahan. Bukan sebuah syarat hidup niminum.
Gue pun memiliki syarat-syarat hidup. Semenjak menjadi seorang bapak, gue berubah total dan gue kikis hilang itu semua. Karena gue tidak ingin anak-anak gue memiliki syarat hidup yang banyak. Dan satu-satunya cara memastikan itu terjadi adalah bahwa gue pun tidak boleh memiliki syarat hidup banyak.

Gue memilih untuk  mengajak mereka naik kopaja atau transjakarta setiap hari ke sekolah, sebelum mereka merasakan bahwa naik angkutan umum itu, rendah. Tidak ada salahnya naik mercy ke sekolah. Sama dengan tidak ada salahnya naik kopaja (tentunya gue ikut nemenin, secara jaman sekarang banyak pedofil).

Gue memilih untuk membiarkan mereka tidur di lantai (ketika mereka tidak sengaja terlelap tidur. Gue tidak lantas mengangkat mereka ke dalam kamar mereka). Siapa tahu suatu saat nanti mereka harus terus-terusan.

Gue memilih untuk mematikan AC saat mereka tidur – siapa tahu mereka suatu saat cannot afford air conditioning.

Gue memilih untuk tidak menginstall air panas karena gue ingin anak-anak gue baik-baik saja jika suatu saat nanti mereka tiap hari harus mandi air dingin. (meski tidak ada yang salah dengan menginstall air panas),

Gue memilih untuk melarang mereka main tablet karena gue ingin mereka tidak tergantung dengan kemewahan itu.

Gue melarang mereka menilai teman dari merk mobil mereka karena merk mobil itu gak pernah penting, dan gak akan penting.

Kita pergi ke mall memakai kopaja. And we have fun ketawa-ketawa, seperti jutaan orang lain.

Gue tidak membuang nasi kemarin yang memang masih bagus. Instead gue makan sama anak-anak gue. Siapa tahu suatu saat, that is all they can afford. Agak keras. And we like it.
We teach them to pursue happiness so that they learn the value and purposes of things. Not the price of things.

Nasi kemarin yang masih perfectly safe to eat, masih punya value. Kopaja dan mercy memiliki purpose yang sama, yaitu mengantar kita ke sebuah tempat.

AC atau gak AC memberikan value yang sama. A good night sleep.
Kenapa semua ini penting? Kita harus ingat bahwa generasi bapak kita adalah generasi yang bersaing dengan 3 milyar orang. Mereka bisa mengumpulkan kekayaan dan membeli kemudahan untuk generasi kita. Kita harus bersaing dengan 7 milyar orang.
Anak kita nanti mungkin harus bersaing dengan 12 milyar orang 
di generasi mereka.

One needs to be a fucking tough person to be able to compete with 12 billion people. Dan percaya lah, memiliki syarat hidup yang banyak, tidak akan membantu anak-anak kita bersaing dengan 12 milyar orang itu.

Itu aja sih.
Berdasarkan input dari sdri Leony dalam section comment, saya tambahkan: Just in case masih ada yang belum menangkap inti dari blog ini, intinya adalah, mendidik seorang anak dalam 1 ekstrimitas (selalu frugal atau selalu mewah) tidak baik. Tidak baik bukan dari standar atau sisi pandang seorang Adhitya Mulya, tapi tidak baik dari sisi pandang siapa pun di mana pun. tidak baik by any  standard. Apa jadinya seorang anak selama ini hanya tahu susah tiba-tiba dapat rizki 1 milyar? Jadi teringat kasus turis China daratan yang buang air besar di trotoar luar toko tas di Inggris. Rizki berubah, mentalitas tidak. Apa jadinya jika seorang anak hanya tahu kemewahan? Hidup serasa mati jika tidak ada 1 hal enteng saja.
Kita semua orangtua dan sensitif jika dibilang ‘cara ini salah, cara 
itu salah’. 

Semua cara terserah kita masing-masing – tidak ada yang benar. Gue sendiri banyak menulis ‘memilih untuk’. Feel free to make your choices. Jadi, saya akan memulai banyak posting ke depan dengan berkata: kalau saya sih… dan Saya memilih untuk…
Untuk menutup posting ini, kalau saya sih, ketika mendapat rizki berlebih, bukannya meningkatkan kemewahan. Tapi memperkenalkan ragam kemewahan yang ada. makan tempe, makan steak. Liburan ke X, liburan ke Y. Memperkenalkan ragam tingkat kemewahan dari yang paling sederhana asampai yang paling mewah yang saya mampu, agar  anak-anak mengenal apa itu susah, sebelum mereka mengeluh. Agar anak-anak mengenal apa itu mewah, sebelum mereka kaget dan tidak bijak mengelolanya.

Penulis: Adhitya Mulya
Sumber: suamigila.com
Please Like and Share

Sekian dulu deh yaa postingan kali ini. Jika kamu punya pendapat atau tambahan silahkan di komen yaa.. :D see yaa..
perlukah orangtua mengajarkan anak-anak mereka hidup susah? perlukah orangtua mengajarkan anak-anak mereka hidup susah? Reviewed by hairilhabibi on Rating: 5

1 comment:

Melati Octavia said...

hidup sulit mengajarkan kita untuk survive!

contact me

hallo! saya hairil habibi. saya adalah salah satu Social Media Enthusisast dan sangat Passionate mengenai Komunitas. tahun 2014 saya bersama teman mendirikan Kongkownulis sebagai sarana untuk semua orang dalam mengekpresikan pemikiran mereka dalam tulisan. masa lalu saya alhamdulilah di penuhi oleh pasang surutnya dunia keorganisasian di kampus. dan pemikiran-pemikiran absurd dengan campuran mimpi level keras! blog ini akan lebih banyak berisi pendapat-pendapat saya mengenai kehidupan atau apa saja yang menurut saya menarik untuk di ceritakan.. mudah- mudahan bisa menginspirasi.. :D untuk kritik, saran, komentar dan pertanyaan layangkan ke hairilhabibi[at]gmail[dot]com

Recent

recentposts

Random

randomposts